Artikel
BERLAGAK BAK ANTI TUHAN, TAPI TETAP BUTUH TUHAN
- Di Publikasikan Pada: 07 Dec 2021
- Oleh: Admin
Prof Yunahar Ilyas
mengatakan bahwa manusia memiliki 3 unsur dalam dirinya, yakni jasad akal dan
hati atau jiwa. Ketiga unsur tersebut harus disantuni dan dipelihara secara
seimbang.
Jasad diberi asupan
makanan yang enak dan bergizi, bisa juga dengan olahraga dan penunjang lainnya
yang meningkatkan daya tahan tubuh. Akal juga perlu diberi nutrisi supaya
kinerja otak tidak mati, yaitu disantuni melalui ilmu.
Kemudian yang tak
kalah pentingnya adalah hati. Manusia memerlukan agama agar hatinya tidak keras
(qalbun Q?sin) dan mati. Karena kalau hati sudah keras, ia akan sulit menerima
nasihat apapun dari orang lain, walaupun dirinya melakukan kezaliman yang
sangat fatal.
Dari penuturan Buya
Yunahar tersebut, penulis menyoroti poin ketiga yang saat ini kurang
diperhatikan oleh banyak orang. Kita ketahui bersama bahwa manusia memang
fitrahnya butuh ketenangan jiwa, yang hakikatnya hanya bisa didapatkannya
melalui tuntunan d?null?h (Islam). Jiwa yang tenang dapat
diraih dengan cara “Tazkiyyat al-Nafs” (menyucikan jiwa) yang telah
diajarkan dalam Agama Islam. Ya, lagi-lagi dengan Agama.
Seseorang boleh
saja bilang “bebas Tuhan”, “Agama tidak penting”, “Tuhan telah mati”, “Agama
menghambat peradaban” dan lain sejenisnya. Tapi ingat, disadari atau tidak,
suatu saat atau dalam kondisi tertentu ia akan amat sangat membutuhkan Tuhan
dan Agama. Jika tidak di dunia, pasti di akhirat akan mengalaminya.
Betapa banyak
manusia yang mengaku ateis dengan bangganya mengatakan bahwa dirinya tidak lagi
butuh dan percaya Tuhan, tapi tanpa disadari atau memang sudah sadar namun
sudah terlanjur tercebur ke dalam belenggu aliran yang dianut dan bersikap
“bodoamat”. Ia akan berteriak memanggil-manggil bahkan mengemis-ngemis kepada
Tuhan karena kondisi yang terjepit dalam kebinasaan.
Sungguh, perilaku
yang demikian merupakan suatu kesombongan yang tak patut dielu-elukan. Ya,
begitulah sifat manusia. Kalau sudah tercekik kehidupannya ia akan bingung
dengan sendirinya yang ujung-ujungnya membutuhkan Tuhan.
Kalau kita mau, di
zaman yang terbuka ini, betapa banyak pengakuan-pengakuan orang sejak zaman
dahulu hingga sekarang, yang awalnya anti terhadap risalah yang dibawa
nabiyyull?h yang Agung, Muhammad SAW, namun di kemudian hari tidak sedikit juga
yang mengakui dan memegang teguh ajaran Rasulullah SAW. Hal tersebut bisa
diakses oleh semua orang di media massa atau melalui buku-buku sejarah yang
tersedia di berbagai toko buku.
Sebagai penutup,
tulisan ini sebagai pengingat bagi Penulis pada khususnya, Pembaca pada
umumnya, bahwa Islam bisa menjadi solusi dalam mewujudkan jiwa yang tenang.
Ketengan itu pula, yang bisa membuat seseorang mamu bertahan dan melewati
berbagai ujian yang terkadang hadir dalam kehidupan kita. Pada saat itulah,
esensi keberagamaan dan kehadiran Tuhan semakin dirindu, dan diidamkan selalu
turut serta. Walla?hu a’lam bi al-?aw?b.